wimpie's blog

Seputar Perkuliahan dan Serba-Serbi Kehidupan

Teori-Teori Struktur Modal

Posted Tuesday, May 17th, 2016

CS

Satu topik yang menarik ketika kita belajar mengenai manajemen keuangan adalah topik terkait struktur modal. Banyak teori yang menjelaskan bagaimana seharusnya bentuk struktur modal suatu perusahaan. Pada postingan kali ini saya akan membahas mengenai teori-teori struktur modal. Okeeee lanjutttt ……

Tidak ada teori yang secara umum menjelaskan mengenai pengelolaan struktur modal yang optimal di setiap perusahaan dimana hutang dan ekuitas memiliki proporsi yang proporsional. Beberapa teori tentang struktur modal yang terkemuka dan berkembang saat ini yaitu : teori Modligiani – Miller (MM), teori Trade-off, teori Pecking Order, teori Free Cash Flow.

            Teori Modligiani – Miller (1958, 1963) menyatakan bahwa struktur modal tidak relevan. Tidak ada hubungan mengenai komposisi struktur modal dengan nilai perusahaan. Jadi tidak ada perbedaan antara perusahaan yang memiliki banyak hutang dalam modalnya, dengan perusahaan yang tidak sama sekali memiliki hutang. MM memasukan beberapa asumsi yang tidak realistis dalam teori ini.

            Teori Trade-off (Myers, 2001) menyatakan bahwa perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana keuntungan dari hutang tersebut (tax shield) lebih besar daripada kerugian dari hutang (financial distress). Tax shield adalah pengurangan pembayaran pajak akibat biaya bunga dari hutang perusahaan. Semakin besar hutang, semakin besar pula tax shield yang diterima. Namun, semakin besar juga financial distress yang akan ditanggung oleh perusahaan. Oleh karena itu, hutang perusahaan harus pada kondisi yang optimal dimana mendapatkan banyak tax shield dan perusahaan masih terhindar dari financial distress. Menurut Stretcher dan Johnson (2011), Trade-Off teori akan menciptakan tiga keuntungan bagi perusahaan apabila rasio hutangnya benar – benar optimal. Pertama, nilai perusahaan akan meningkat karena adanya tax shield. Pajak yang dibayarkan berkurang dan dana untuk equity holder akan bertambah. Kedua, peningkatan nilai perusahaan juga bisa di dapatkan ketika meminimalisir WACC. Adanya hutang akan menyebabkan penurunan dari WACC atau biaya modal. Ketiga, adanya hutang akan mengurangi masalah agensi dimana manajer memiliki tanggungjawab untuk membayar bunga dan hutang tersebut.

            Teori Pecking Order (Myers, 1984) mengungkapkan bahwa perusahaan akan memilih pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dalam melakukan pendanaan, perusahaan memiliki hirarki yaitu dimulai dari arus kas dan depresiasi, laba ditahan, hutang risiko terendah, saham preferen, dan saham biasa. Stretcher dan Johnson (2011) menyatakan hal ini karena Pecking Order menekankan pada asymmetric information dimana manajer perusahaan harus memiliki informasi yang lebih luas dan baik daripada investor diluar perusahaan. Pemilihan pendanaan yang lebih cenderung menggunakan dana internal menyebabkan asymmetric information. Adanya asymmetric information ini akan menguntungkan perusahaan karena membuat investor luar tidak bisa menilai perusahaan secara tepat. Ketika investor overvaluing saham perusahaan, kesempatan ini dapat dimanfaatkan perusahaan untuk menerbitkan saham sehingga perusahaan mendapatkan keuntungan lebih.

             Teori Free Cash Flow menyatakan bahwa level hutang yang berbahaya akan meningkatkan nilai, walaupun akan terjadi financial distress. Teori ini dibuat untuk perusahaan yang sudah dalam kondisi mature dimana perusahaan sudah sulit untuk tumbuh dan berinvestasi. Level hutang yang tinggi akan mengurangi masalah keagenan dalam perusahaan mature sehingga akan meningkatkan nilai.

            Teori diatas yang berkembang selama ini menjelaskan beberapa alternatif yang bisa dipilih oleh manajer tentang bagaimana pendanaan struktur modal untuk meningkatkan nilai perusahaan. Pada kenyataannya, manajer lebih menggunakan financial flexibility dalam berhutang ataupun menerbitkan saham (Graham dan Harvey 2002) daripada menerapkan teori struktur modal yang ada. Banyak manajer tidak menargetkan hutang mereka, dan pengambilan keputusan tentang hutang maupun penerbitan saham tergantung dengan situasi kondisi perusahaan saat itu.

            Bentuk struktur modal tiap perusahaan pada akhirnya akan berbeda – beda. Ini karena efek nilai kualitatif yang menentukan struktur modal terhadap perusahaan berbeda satu sama lain (Dalal, 2013). Namun, perusahaan yang memiliki hutang (leverage firm) dinilai lebih baik daripada perusahaan tanpa hutang (unleveraged firm). Terutama perusahaan yang insider ownership-nya kecil. Pengoptimalan hutang dapat menciptakan nilai, untuk shareholders dan untuk society (Groth dan Anderson, 1997).

             Pada perusahaan kecil (small firm), komposisi struktur modal ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu : karakteristik manajer, karakteristik perusahaan, dan marketplace (Michaelas, Chittenden, Putziouris (1998)). Struktur modal perusahaan kecil didominasi oleh dana – dana internal. Perusahaan baru akan menggunakan dana eksternal tergantung dari persepsi manajer. Karakteristik manajer berpengaruh sangat besar terhadap pendanaan pada perusahaan kecil.

Referensi journal atau artikel :

  • Stewart C. Mayers. 2001. Capital Structure. Journal of Economic Persperctives-Vol. 15. No 2. Pages 81-102.
  • Garima Dalal. 2013. Capital Structure Decisions. Journal of Business Management & Social sciences Research. Vol. 4. No. 2
  • Robert Stretcher, Steve Johnson. 2011. Capital Structure : professional management guidance.
  • Nicos Michaelas, Francis Chittenden dan Panikkos Poutziouris. 1998. A model of capital structure decision making in small firms.
  • John C. Groth, Ronald C. Anderson. 1997. Capital structure : perspektives for managers.